Sabtu, 10 Juli 2010

Dominasi tuntutan kebutuhan hidup perempuan lebih tinggi dari laki-laki

0
Setujuh kah anda dengan pernyataan tersebut??? Bila ditanyakan kepada beberapa perempuan apakah betul kebutuhan hidup mereka lebih tinggi dari laki-laki, kebanyakan menjawab iya dengan alasan yang dikaitkan dengan kebutuhan hidup yang tinggi diantaranya kebutuhan perempuan pada persoalan ingin dianggap cantik, dan juga terkait pada kodrat mereka yaitu menstruasi, melahirkan, menyusui dan merawat anak. Jawaban lainnya sangat relatif, tergantung dari kondisi yang dialami tiap individu. Persoalan kebutuhan antara laki-laki dan perempuan saat ini hampir sama, hanya terletak pada perbedaan kebutuhannya saja. Oleh karena itu, untuk mencari alasan yang kuat mengapa kebutuhan hidup perempuan cenderung lebih dominan daripada laki-laki, saya mengaitkannya dengan berbagai pembahasan yang melatarbelakangi hal tersebut.

Persepsi umum tentang kecantikan

Para pakar menyatakan bahwa perasaan perempuan lebih cepat bangkit daripada laki-laki, sehingga sentimen dan rasa takutnya segera muncul, berbeda dengan laki-laki yang biasanya lebih berkepala dingin. Perempuan biasanya lebih cenderung kepada upaya menghiasi diri, kecantikan dan mode yang beraneka ragam serta berbagai bentuk.
Berbicara tentang kecantikan pada manusia, maka pembicaraan itu hanya terkait pada perempuan. Ini agaknya disebabkan karena perempuan memiliki kecantikan dan kemampuan menampilkannya, serta perhatian lebih besar daripada laki-laki. Di sisi lain, laki-laki lebih cenderung mencari kecantikan dan mengekspresikannya, sedangkan perempuan lebih cenderung menampakkannya pada diri mereka. Kita dapat menyimpulkan dua pokok yang menjadi daya tarik terhadap perempuan:
a. Merupakan sesuatu yang sudah melekat pada dirinya, bukan tambahan. Seperti bentuk badan, warna kulit, mata, hidung, telinga dan sebagainya.
b. Merupakan sesuatu yang ditambahkan pada tempat-tempat tertentu pada badan perempuan. Seperti gelang, cincin, kalung, dan semacamnya adalah alat-alat yang digunakan sebagai hiasan dalam rangka menampakkan keindahan dan kecantikan
Prof Reek, pakar psikolog Amerika yang telah bertahun-tahun mengadakan penelitian tentang laki-laki dan perempuan menguraikan keistimewaan masing-masing dari segi kejiwaan. Diantaranya ialah laki-laki senang tampil dalam wajah yang sama setiap hari. Berbeda dengan perempuan yang setiap hari ingin bangkit dari pembaringannya dengan wajah yang baru. Itu sebabnya mode rambut dan pakaian perempuan sering berubah, berbeda dengan laki-laki. Kalau kita berbicara tentang keindahan atau kecantikan dari sisi pandangan agama, maka tanpa kesulitan kita akan menemukan sekian banyak dalil yang berbicara tentang keindahan, antara lain pada QS Qaf/50: 6, QS ash-Shaffat/37: 6, QS an-Nahl/16: 6 dan 14, serta masih banyak lagi ayat-ayat lainnya. Dalam hadis juga terdapat beberapa riwayat tentang kecantikan dan keindahan, misalnya sabda Rasul saw: “Sesungguhnya Allah menyenangi keindahan” (HR. Muslim melalui Ibnu Abbas)
Islam juga menganjurkan perempuan untuk berdandan. Dalam satu riwayat dinyatakan bahwa istri Rasulullah, yakni Aisyah berkata: Seorang perempuan menyodorkan tangannya kepada Rasulullah saw. dengan sepucuk surat dari belakang tabir. Rasulullah saw. menahan tangan beliau sambil bersabda:”Aku tidak tahu apakah ini tangan laki-laki atau perempuan” Aisyah ra, berkata:” Ini tangan perempuan.” Nabi berkata kepada perempuan itu:” Kalau anda memang perempuan, maka tentu selayaknya anda mengubah warna kuku anda, yakni dengan memakai pacar” (HR. Ahmad dan Abu Daud).
Dalam riwayat lain juga dari istri Nabi saw. Aisyah ra. Dinyatakan bahwa, seorang perempuan bersama Hindun Ibnu Utbah datang kepada Rasul meminta agar di bai’at. Nabi bersabda: “Aku tidak akan membai’atmu hingga kau mengubah kedua tanganmu, yang keduanya bagaikan telapak tangan binatang buas” (HR. Abu Daud).
Hadis-hadis di atas ada yang menilainya lemah, namun banyak ditemukan sekian banyak anjuran bagi perempuan untuk tampil cantik, lebih-lebih di hadapan suaminya.

Pengaruh Media

Masa kini ukuran kecantikan lebih banyak ditentukan oleh media massa, melalui aneka sarananya yang mempengaruhi laki-laki dan perempuan dalam menampilkan kecantikan dan ketampanannya, sekaligus mempengaruhi penilaian masyarakat. Medialah yang mempengaruhi perempuan untuk tampil langsing dan kurus, karena itulah mereka rela menahan diri dan tidak makan dan tidak minum serta berolahraga yang melelahkan bahkan rela mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk meraih unsur kecantikan itu.
Masyarakat saat ini mempunyai konsepsi-konsepsi yang berbeda mengenai jenis materi yang diinginkan dan yang diperlukan. Dalam masyarakat kapitalis industri yang maju dewasa ini, misalnya orang jadi bergantung pada benda-benda seperti mobil yang cepat, furniture yang canggih, sistem-sistem stereo, dan materi lainnya yang akan membuat mereka merasa kehilangan jika barang-barang itu tidak mereka miliki. Begitu pula yang terjadi pada manusia dewasa ini, adanya iklan-iklan yang menggambarkan figur perempuan sempurna dengan wajah yang putih, rambut yang panjang dan memukau, tubuh yang langsing, memakai pakaian minim dan lain sebagainya, kemudian laki-laki yang digambarkan tinggi, macho, bergaya eksekutif, merokok dan lain-lain membuat masyarakat melakukan apa saja untuk mewujudkan hal tersebut. Hanya kemudian media lebih banyak menonjolkan atau mengeksploitasi perempuan dalam penjualan berbagai produk, sehingga membuat perempuan terjebak untuk melakukan hal tersebut dan meningkatkan tuntutan kebutuhan hidup mereka.
Kita bisa bandingkan perempuan di masa lampau, ketika mereka tidak begitu banyak mendapatkan informasi dari media tentang figur perempuan yang diinginkan, maka konsep kecantikan dan kesempurnaan mereka jauh berbeda dari apa yang digambarkan oleh media. Mereka akan hidup lebih sederhana dan tidak menyusahkan diri mereka sendiri. Menurut penulis, sekalipun perempuan banyak menerima informasi yang beragam mengenai dirinya, seharusnya mereka mempunyai pandangan sendiri mengenai kediriannya dan tidak terlena dengan informasi yang ada. Untuk mewujudkan hal tersebut perempuan harus mengontrol dirinya dan menyadari bahwa dia adalah makhluk Allah yang telah diberikan anugerah dengan segala macam apa yang melekat pada dirinya.
Agama Islam menganjurkan untuk memadukan keindahan jasmani dengan keindahan rohani. Tuntunannya di samping berkaitan dengan inner beauty, yakni keindahan yang bersumber dari dalam diri seseorang, juga keindahan dari luar. Kecantikan wajah luar hanya menyenangkan mata, sedang yang bersumber dari dalam, menawan hati. Salah satu bukti perlunya penggabungan kedua keindahan itu adalah Allah memerintahkan manusia untuk tampil indah, bahkan ketika menghadap Allah di Mesjid.
Begitu pula terkait dengan tugasnya sebagai orang yang bertanggung jawab dalam urusan rumah tangga, seorang perempuan harus dapat mengontrol dirinya dengan bersyukur terhadap apa yang telah dimilikinya, dan menyesuaikan diri dengan kemampuan dirinya dan suaminya dalam memenuhi kebutuhan hidup, sehingga dapat terwujud kehidupan yang dinamis dan bahagia. Mereka tidak harus melihat orang lain, karena dalam Islam diajarkan agar kita selalu melihat di atas kita dalam persoalan ibadah agar kita makin bertakwa, dan melihat orang di bawah kita, dalam hal materi agar kita bersyukur. Dari penjelasan tersebut dapat kita lihat bahwa faktor media sangat mempengaruhi perempuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya menjadi lebih tinggi dari laki-laki.

Teori Konformitas

Konformitas (conformity) adalah tendensi untuk mengubah keyakinan atau perilaku seseorang agar sesuai dengan perilaku orang lain. Pengalaman konformitas sehari-hari dibentuk oleh konteks kultural. Kultur Individualis seperti di Amerika Serikat dan Eropa Barat lebih menekankan pada kebebasan dan kemandirian personal. Anak diajari untuk mandiri dan tegas, anak diberi banyak kebebasan dan didorong kreatif. Dalam konteks kultural ini, aspek negatif dari konformitas cenderung ditekankan. Konformitas dianggap akan menghilangkan otonomi dan kontrol personal. Sebaliknya dalam kultur kolektivitas seperti di Afrika, Asia, dan Amerika Latin, makna konformitasnya berbeda. Kultur kolektivitas menekankan pentingnya ikatan dalam kelompok sosial. Orang tua sangat memperhatikan kepatuhan, perilaku yang tepat, dan penghormatan terhadap tradisi kelompok. Dalam konteks kultural ini, aspek positif konformitas sangat ditekankan.
Orang melakukan konformitas karena beberapa alasan. Diantaranya adalah dua alasan penting, yakni ingin melakukan hal yang benar dan ingin disukai. Demikian pula, orang lebih suka menyesuaikan diri dengan perilaku kelompok bila mereka menganggap anggota kelompok itu benar dan apabila mereka ingin disukai oleh anggota kelompok itu.
Pada alasan pertama disebut dengan informational influence (pengaruh informasi) yakni perilaku orang lain sering memberikan informasi yang bermanfaat. Semakin besar kepercayaan kita pada informasi dan opini kelompok, semakin mungkin kita menyesuaikan diri dengan kelompok tersebut. Dan pada alasan kedua disebut dengan normative influence (pengaruh normatif), maksudnya keinginan agar diterima secara sosial. Kita sering ingin agar orang lain menerima diri kita, menyukai kita, dan memperlakukan kita dengan baik. Secara bersamaan, kita ingin menghindari penolakan, pelecehan, atau ejekan. Pengaruh normatif terjadi ketika kita mengubah perilaku untuk menyesuaikan diri dengan norma kelompok atau standar kelompok agar kita diterima secara sosial.
Stereotip menggambarkan bahwa perempuan lebih mengalah, mudah tertipu, dan lebih konformis daripada laki-laki. Selama bertahun-tahun berbagai penelitian psikologis tampaknya mendukung gagasan ini. Terkait dengan tugas perempuan memelihara anak dan mengurus rumah tangga, maka mereka cenderung mempunyai tanggung jawab untuk menjaga citra atau imej keluarga sebagaimana yang tertuang dalam beberapa hadis antara lain:
Pertama, memelihara dan mendidik anak-anak. Dari Ibnu Umar, dikatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda: ". dan wanita/istri adalah pemimpin atas penghuni rumah suaminya dan anaknya, dan dia bertanggung jawab terhadap mereka." (HR Bukhari dan Muslim). Kedua, mengatur urusan rumah tangga. Dari Ibnu Umar dikatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda: " dan wanita adalah pemimpin atas rumah suaminya, dan dia harus bertanggung jawab." (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam agama Konfusius, dominasi mutlak laki-laki sangat kuat diungkapkan dalam Five Cardinal Relationship, satu di antaranya adalah memantapkan penguasaan perempuan oleh laki-laki. Seorang perempuan adalah “mutiara rumah tangga”. Dia bertanggung jawab untuk mensejahterahkan keluarga, setia kepada suami, ulet dalam tugas, bersikap santun kepada nenek moyang suami dan anak-anaknya, hemat dan pasrah kepada petunjuk dari kepala rumah tangga.
Bila kita kaitkan teori konformitas dan tugas seorang perempuan dalam menjaga kehormatan keluarga, sebagaimana disebutkan sebelumnya akan terlihat bahwa perempuan lebih konformis daripada laki-laki. Ketika perempuan dihadapkan pada konteks sosial yang ada di sekitarnya, maka menurut penulis, kebanyakan perempuan cenderung memakai alasan kedua orang melakukan konformitas yakni, ingin diterima secara sosial, ingin disukai, dan diperlakukan secara baik dan tidak ingin ditolak dan dilecehkan. Oleh karena itu faktor lingkungan sosial sangat mempengaruhi dominasi tuntutan kebutuhan hidup perempuan. Sebagai contoh, para perempuan yang hidup di lingkungan sosial yang terdiri dari orang-orang kaya, akan berusaha menyesuaikan diri dengan membeli perabotan yang mewah, berpenampilan hebat, mengikuti gaya hidup yang modern agar dapat diterima dilingkungannya, sekalipun hal tersebut mungkin berada di luar jangkauannya. Sedangkan perempuan yang hidup di lingkungan sosial yang bertaraf ekonomi rendah tidak akan bergaya seperti perempuan kaya, karena lingkungan sosialnya tidak menghendaki hal tersebut.
Sangat sedikit perempuan yang memilih alasan pertama ketika mereka melakukan konformitas, yakni berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungannya karena adanya informasi yang benar, yang sesuai dengan keyakinannya. Hal ini dikarenakan karena adanya ketakutan tidak diterima secara sosial di lingkungannya. Menurut penulis, perempuan yang bisa melihat unsur kebenaran ketika dia melakukan konformitas, akan membantu dia menurunkan tingkat kebutuhannya dalam kehidupan. Contoh, perempuan yang sekalipun hidup di antara orang-orang kaya, jika dia memiliki keyakinan bahwa hidup sederhana adalah hidup yang dianjurkan dalam agama dan dapat membawa pada kebaikan, bahwa menjaga kehormatan rumah bukan berarti berlebih-lebihan, maka dia akan tetap hidup secara sederhana, dan mungkin saja bisa mempengaruhi lingkungan sekitarnya berbuat seperti yang ia lakukan.

Teori Kebutuhan Maslow

Hal ini juga dapat dikaitkan pada salah satu teori kebutuhan Maslow yaitu, kebutuhan akan harga diri. Semua orang dalam masyarakat kita mempunyai kebutuhan dan keinginan akan penilaian yang mantap, berdasar dan biasanya bermutu tinggi, akan rasa hormat diri, atau harga diri, dan penghargaan dari orang lain. Karenanya, kebutuhan-kebutuhan ini dapat diklasifikaskan dalam dua perangkat tambahan.
Pertama, keinginan akan kekuatan, prestasi, kecukupan, keunggulan dan kemampuan, kepercayaan pada diri sendiri dalam menghadapi dunia serta kemerdekaan dan kebebasan. Kedua, kita memiliki apa yang disebut hasrat akan nama baik atau gengsi, prestise (yang dirumuskan sebagai penghormatan dan penghargaan dari orang lain), status, ketenaran dan kemuliaan, dominasi, pengakuan, perhatian, arti yang penting dan martabat, atau apresiasi.
Teori kebutuhan Maslow ini juga senada dengan teori perbandingan sosial yang dikemukakan oleh Festinger. Festinger berpendapat bahwa pada dasarnya proses saling mempengaruhi dan perilaku saling bersaing dalam interaksi sosial ditimbulkan oleh adanya kebutuhan untuk menilai diri sendiri (self evaluation) dan kebutuhan ini dapat dipenuhi dengan membandingkan diri dengan orang lain. Ada dua hal yang diperbandingkan dalam hubungan ini, yaitu: pendapat (opinion) dan kemampuan (ability).
Harga diri pada lelaki biasanya banyak menonjol pada kemampuannya dalam memimpin keluarga, keberhasilannya dalam melakukan pekerjaan, kekuatan fisiknya, kehebatannya ketika menaklukkan hati wanita dan lain sebagainya, sedangkan pada perempuan banyak terletak pada kemampuannya dalam mengurus urusan rumah tangga, memelihara anak, memperbaiki penampilan, berbicara pada sebuah topik dan lain sebagainya. Oleh karena itu, demi menjaga harga diri keluarganya seringkali perempuan terjebak dalam persepsi umum di lingkungan sosial dan salah menafsirkan tugasnya, bahwa menjaga harga diri keluarga selalu dikaitkan dengan unsur materi, bahwa menjaga kecantikan diri harus dilakukan dengan berbagai cara sekalipun harus mengorbankan diri sendiri. Laki-laki terkesan lebih mementingkan harga dirinya secara pribadi dan kadang-kadang terlalu menyerahkan urusan rumah tangga pada perempuan. Laki-laki kadang-kadang mempunyai persepsi bahwa untuk membahagiakan istri, dia harus mencari uang sebanyak-banyaknya dan membiarkan istri mengelolanya sendiri.
Laki-laki ketika menjaga harga dirinya kadang-kadang banyak melibatkan perempuan untuk mewujudkannya, sedangkan perempuan untuk menjaga harga diri keluarga biasanya harus berpikir sendiri, bahkan tanpa bantuan laki-laki. Contoh, ketika seorang laki-laki mengadakan sebuah acara di rumahnya, dia akan meminta istrinya untuk mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik, mulai dari tempat, makanan, termasuk penampilan istrinya. Sehingga perempuan tertuntut memberikan yang terbaik sekalipun itu harus mengeluarkan biaya yang banyak. Jadi dominasi tuntutan kebutuhan hidup perempuan lebih tinggi dari laki-laki sesungguhnya harus ditinjau kembali, karena bisa jadi perempuan terlihat seperti itu, salah satunya adalah demi kepentingan suami dan keluarga, bukan hanya untuk dirinya sendiri. Jadi bisa kita lihat bahwa konstruk sosial yang memposisikan perempuan sebagai orang yang bertanggung jawab atas kehormatan keluarga dari sisi manapun, dan adanya media-media yang membangun konsep perempuan impian dalam persepsi mereka cukup mempengaruhi konstruk sosial, sehingga perempuan terjebak oleh persoalan itu, dan akhirnya banyak muncul pernyataan bahwa perempuan tuntutan kebutuhan hidupnya lebih tinggi daripada laki-laki.
Dari beberapa penjelasan di atas, dalam menjawab apakah kecenderungan tuntutan perempuan lebih tinggi dari laki-laki harus mengkajinya dalam berbagai aspek. Penulis tidak mengingkari bahwa karakter perempuan yang selalu berusaha tampil menawan dan bertanggung jawab dalam urusan rumah tangga akan banyak mengarahkan perempuan pada tuntutan hidup yang lebih tinggi. Tapi menurut penulis, persepsi masyarakat baik yang ada dalam informasi media atau dalam konteks sosial ketika memandang perempuan sangat banyak mempengaruhi perempuan dalam mengambil sebuah tindakan yang positif dan negatif dalam mewujudkan persepsi tersebut. Persoalannya, dalam mengolah informasi dan menafsirkan persepsi masyarakat, perempuan seringkali salah dan berlebihan sehingga mengorbankan dirinya. Sesungguhnya perempuan yang sempurna adalah perempuan yang bisa mengenali dirinya dan mengaktualisasikan dirinya sesuai dengan kemampuannya. Apalagi Allah swt. berfirman bahwa makhluk yang paling mulia di sisi-Nya adalah makhluk yang bertakwa.

No Response to "Dominasi tuntutan kebutuhan hidup perempuan lebih tinggi dari laki-laki"

Posting Komentar