Senin, 12 Juli 2010

SUPERIOR DAN INFERIOR ANTARA PENEGAK HUKUM DI INDONESIA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI KASUS CICAK DAN BUAYA: KPK DAN POLRI)

2


I.          PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang

Negeri ini bukan milik presiden, pejabat, apalagi milik cicak ataupun buaya. Negeri ini milik seluruh rakyat Indonesia. Lalu mengapa negeri yang sebesar ini seolah-olah hanya milik cicak dan buaya. Mengapa persoalan cicak vs buaya menjadi amat penting bagi elite politik lebih-lebih menjadi fokus besar untuk headline media nasional, seolah media sudah sepakat harus mendukung KPK. Sekenario macam apa yang sedang dimainkan sehingga harus menyeret begitu banyak energi anak bangsa. Kita tidak boleh lupa kisruh memalukan penegak hukum, Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK sudah sampai di ruang tidur, ruang tamu, pangkalan ojek, warteg, warung kopi di seantero negeri ini.

Skandal trio macan (Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK) yang sekarang dianggap begitu seksi untuk diperbincangkan sesungguhnya sedang mengganggu pikiran, nurani, dan akal sehat. Apa yang berkecamuk dalam pikiran rakyat tentang keadilan, kebenaran, dan nurani, bertolak belakang dengan apa yang dengan gigih dipertontonkan oleh konstruksi berpikir hukum para pejabat negara juga informasi yang dibangun oleh media.

Rakyat yang sebagian besar adalah khalayak yang tidak terlalu mengerti hukum, tetapi mereka memiliki nurani. Rekaman pembicaraan Anggodo Widjojo dengan sejumlah pejabat tinggi kejaksaan dan kepolisian, KPK bahkan ada disebut nama presiden SBY diperdengarkan secara terbuka di Mahkamah Konstitusi ini semakin meyakinkan publik bahwa penegakan hukum di Indonesia sudah tidak ada lagi. Ini bukan hanya sekadar siapa yang benar dan siapa yang salah. Bukan juga mendukung KPK lebih populer ketimbang mendukung kepolisian. Ini berbicara nalar kritis bagaimana pemintah, elite politik juga media medidik rakyat tentang opini yang benar. 

Skenario panjang berbelit dan melilit ini sesungguhnya menunggu ketegasan dari sang presiden yang ingin selalu dilihat bersih, tidak mau intervensi. Nalar rakyat mulai digiring mengikuti arus informasi yang dihidangkan oleh media, pagi, siang, sore, malam, dan “pentas wajah” terzalimi, wajah tidak bersalah semua menjadi seolah-olah. Seolah-olah terzalimi seolah tidak bersalah. Tidak ada yang bisa dipercaya. Solidaritas yang kuat dan begitu cepat terbangun dalam kasus Bibit dan Chandra, sebenarnya bukan terjadi karena tingkat kepercayaan kepada politik dan penegakan hukum merosot. Ini hanya semata-mata karena rakyat sudah terlalu jengah mengkonsumsi informasi yang begitu masif.

Penegakan hukum (law enforcement) merupakan permasalahan hampir di setiap negara, khususnya bagi negara-negara berkembang. Di Indonesia permasalahan hukum sangat banyak dan beragam baik kualifikasinya maupun modus operandinya. Begitu banyaknya masalah hukum tersebut, maka banyak pula yang belum atau mungkin tidak akan dapat diselesaikan. Masalah utama yang paling memuakkan adalah prilaku korup dari para elit yang seolah-olah sudah menjadi tradisi dan budaya. Korupsi yang menyebabkan kemiskinan bagi rakyat Indonesia mempunyai korelasi yang erat dengan pelanggaran hukum lainnya karena dalam kondisi yang serba sulit memicu seseorang untuk mendapatkan uang dengan cara yang mudah supaya kebutuhannya dapat terpenuhi. Akhirnya pelanggaran-pelanggaran hukum lainnya juga dilakukan oleh orang-orang yang tidak mempunyai kesempatan untuk korupsi, misalnya menjual dan mengkonsumsi narkoba, melakukan penipuan, menyelundupkan barang atau hasil tambang ke negara lain dan pelanggaran-pelanggaran hukum lainnya. Ibarat suatu penyakit yang sudah kronis, maka sangat sulit mencari obat penyembuhnya.

Permasalahan korupsi seperti yang disebutkan di atas bukanlah sumber dari segala permasalahan hukum yang ada di Indonesia ini, namun merupakan salah satu saja dari sekian banyak permasalahan tersebut. Apabila dicermati maka banyak sekali didapati hal-hal yang perlu dibenahi terkait dengan penegakan hukum di Indonesia. Sebagaimana potret di atas, maka dapat disimpulkan bahwa permasalahan hukum di Indonesia adalah permasalahan yang bersifat sistemik. Oleh sebab itu, pembenahannyapun juga harus dilaksanakan secara sistemik.

Masyarakat luas telah mengikuti pemutaran rekaman sebagian dari episode kisruh “cicak-buaya” yang disiarkan langsung oleh televisi selama kurang lebih 4,5 jam pada tanggal 3 November 2009. Ibarat gunung es, rekaman pembicaraan tersebut hanyalah menunjukkan bagian kecil dari apa yang terjadi sesungguhnya: adanya mafia hukum atau peradilan.

Pemutaran rekaman telepon hasil penyadapan KPK yang ditonton oleh masyarakat luas itu kemudian menjadi pendorong kuat bagi mereka untuk menggugat seluruh instrumen penegak hukum dan sistem peradilan yang ada. Gugatan tersebut kemudian mereka lampiaskan baik di dunia nyata (mulai demonstrasi hingga unjuk seni parodi) maupun di dunia maya atau internet (mulai dari ekspresi kekecewaan hingga kecaman).

Kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum pun makin rendah. Menurut jajak pendapat Kompas, 89,8% masyarakat percaya bahwa keputusan hukum di Indonesia bisa dibeli dengan uang (Kompas, 9/11/09). Singkatnya, masyarakat seperti terbuka matanya dan mulai menyadari betapa suap-menyuap dan korupsi telah berurat akar dan menjadi lazim di negeri ini, khususnya di dunia peradilan.[1]

Kasus di atas menjadi bukti nyata betapa amburadulnya sistem hukum dan peradilan sekular di Indonesia, baik menyangkut aparat penegak hukum, lembaga-lembaga hukum yang ada maupun undang-undang dan peraturan yang dijadikan acuannya. Undang-undang yang ada gagal mengatasi seluruh kasus hukum di masyarakat yang membutuhkan keadilan. Akibatnya, masih sering dibutuhkan adanya payung hukum baru seperti Perpu ataupun produk hukum yang lain saat UU atau peraturan yang ada dianggap tidak cukup memadai. Aparat dan lembaga hukum yang ada pun dianggap tidak cukup memadai dalam menangani banyak kasus hukum dan peradilan. Akibatnya, dibentuklah kemudian Tim Verifikasi Fakta (Tim 8) atas sejumlah kasus hukum di negeri ini sering terjadi. Terakhir, dalam kisruh KPK-Polri, dibentuk Tim 8 oleh Presiden. Sebagian pihak menilai kebijakan ini menjadi blunder dan kontradiktif (berlawanan) dengan sistem hukum yang ada, juga dengan sejumlah lembaga penegak hukum yang ada.

B.       Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dalam makalah ini akan dibatasi pada beberapa permasalahan:

1.    Bagaimana memaknai konsep superior dan inferior?

2.    Bagaimana kronologis kejadian kasus Cicak vs Buaya dan kajian analisis hukumnya?

3.    Bagaimana pandangan hukum Islam dan solusinya terhadap kasus Cicak vs Buaya?

  II.          PEMBAHASAN

A.  Pengertian superior dan Inferior

Dalam kamus Bahasa Inggris, kata superior bermakna: Pertama, bermakna sebagai kata benda yakni, atasan, pemimpin, Kepala Biara. Kedua, bermakna sebagai kata sifat yakni, ulung, unggul, tinggi, sombong, tinggi hati, lebih besar dan mulia.[2] Sedangkan kata inferior bermakna: Pertama, bermakna sebagai kata benda yakni, orang bawahan. Kedua, bermakna sebagai kata sifat yakni, rendah mutunya dan kurang cerdas.[3]

Terkait pada kasus Cicak Vs Buaya, kelompok Cicak identik dengan kelompok yang berada di bawah dengan pemaknaan kelompok lemah, sedangkan kelompok Buaya identik dengan kelompok yang superior dengan pemaknaan kelompok yang berkuasa.

B.     Kronologis Kejadian Kasus Cicak vs Buaya

Perseteruan antara Kepolisian, Kejaksaan dan KPK sudah terasa sejak lama. Ketiganya sebenarnya punya fungsi yang sama sebagai penegak hukum, tapi KPK lebih fokus ke bidang korupsi, padahal KPK itu diisi oleh orang-orang dari Kepolisian dan Kejaksaan juga. Sementara istilah Cicak vs Buaya baru saja terbentuk. Adapun kronologisnya adalah:[4]

·         4 Mei 2009. Ketua KPK Antasari Azhar ditangkap karena disangka membunuh Nasrudin Zulkarnaen, direktur PT Putra Rajawali Banjaran. Kasus ini mungkin sudah sangat jelas karena ceritanya bak cerita sinetron yang dibumbui cinta segitiga.

·         16 Mei 2009. Pak Antasari menulis testimoni yang menduga adanya suap terhadap sejumlah pimpinan KPK. Pada testimoni ini terungkap bahwa Pak Antasari pernah bertemu Anggoro Widjojo di Singapura, padahal Pak Anggoro waktu itu statusnya adalah dicekal oleh KPK. Di pertemuan itu, Pak Anggoro mengaku telah mengeluarkan uang milyaran rupiah atas permintaan sejumlah pemimpin KPK.

·         30 Juni 2009. Kabareskrim Mabes Polri, Komjen. Susno Duadji mengaku teleponnya disadap oleh lembaga penegak hukum lain. Pak Susno merasa seperti itu karena namanya dikaitkan dengan kasus Bank Century (sekarang Bank Mutiara).

·         2 Juli 2009. Muncullah kalimat “Cicak kok melawan Buaya” oleh Pak Susno dalam sebuah wawancara dengan majalah Tempo. Sampai sekarang kalimat itu menjadi istilah Cicak vs Buaya yang menggambarkan kekuatan KPK vs Polisi.

·         6 Juli 2009. Pak Antasari melapor ke Kepolisian mengenai adanya dugaan penyalahgunaan wewenang dan suap di tubuh KPK. Dugaan ini tentu saja diperoleh dari pengakuan Pak Anggoro di Singapura itu.

·         13 Juli 2009. Presiden SBY berusaha menengahi hubungan panas antara lembaga-lembaga penegak hukum itu dalam sebuah rapat koordinasi penanganan pemberantasan korupsi.

·         11 September 2009. 4 orang pemimpin KPK diperiksa berhubungan dengan dugaan penyalahgunaan kewenangan tadi. Bibit S. Rianto dan Chandra M. Hamzah ditetapkan sebagai tersangka tanpa penahanan dan cuma wajib lapor saja.

·         28 September 2009. Pak Susno dilaporkan oleh pengacara KPK ke Inspektur Pengawasan Umum Mabes Polri. Laporan ini didasarkan ada dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Pak Susno berkaitan penetapan Pak Bibit dan Pak Chandra sebagai tersangka. Hal itu karena pengacara KPK tidak menerima salinan berita acara pemeriksaan terhadap Pak Bibit dan menduga ada rekayasa di balik itu.

·         29 Oktober 2009. Pak Bibit dan Pak Chandra ditahan oleh Kepolisian. Alasan penahanan adalah karena keduanya dianggap mempersulit proses penyidikan dengan mengadakan sejumlah konferensi pers dan pembentukan opini di media massa. Alasan ini dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) termasuk sebagai alasan subyektif yang ndak bisa diukur patokannya alias cuma bergantung dari penilaian subyektif Kepolisian (dalam Pasal 21 ayat 1 KUHAP).

·         2 November 2009. Presiden membentuk tim pencari fakta untuk kasus ini. Sering disebut sebagai Tim 8. Tim ini diketuai Adnan Buyung Nasution. Menurut Pak Buyung, tugas tim ini adalah melakukan verifikasi semua fakta dan semua proses dari awal.

·         3 November 2009. Mahkamah Konstitusi (MK) memutar rekaman pembicaraan Anggodo Widjojo (adik dari Pak Anggoro) dengan beberapa orang yang diduga berisi rencana rekayasa kasus untuk menjatuhkan Pak Bibit dan Pak Chandra. Lewat tengah malam (4 November 2009), penahanan terhadap Pak Bibit dan Pak Chandra ditangguhkan oleh Kepolisian.

·         5 November 2009. Tim 8 mengungkapkan kekecewaannya terhadap Kepolisian karena ndak menahan Pak Anggodo dan ndak menindak tegas Pak Susno. Kepolisian beranggapan bahwa Pak Anggodo tidak ditahan karena tidak ada cukup bukti padahal Pak Anggodo sendiri mengakui suara di rekaman telepon yang diputar di MK adalah suaranya.

Analisis Hukum Kasus Cicak vs Buaya (Potret Superior dan Inferior Hukum dan Pemerintahan)

Perseteruan Polri-Kejaksaan Agung versus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memasuki babak baru menyusul rekaman pembicaraan yang isinya diduga rekayasa kriminalisasi kedua pimpinan KPK nonaktif, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, diperdengarkan dalam sidang Mahkamah Konstitusi, Selasa 3 November 2009.

Rekaman yang berdurasi lebih dari empat jam itu memberikan indikasi yang kuat bahwa persoalan penegakan hukum di Indonesia ibarat telur di ujung tanduk. Tidak hanya persoalan Susno Duadji yang namanya berulang kali disebut dalam rekaman tersebut versus Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah, tetapi lebih dari itu menyangkut tiga institusi penegak hukum yang memiliki kewenangan dalam menangani kasus korupsi, yaitu kepolisian, Kejaksaan Agung, dan KPK.

Itulah yang sedang terjadi dalam penanganan kasus Bibit S Rianto dan Chandra Hamzah. Walau tidak mampu menunjukkan bukti yang kuat dan akurat, namun ambisi untuk memenjarakan kedua petinggi KPK itu tidak pernah surut. Oleh karena itu, semua carapun ditempuh dan dianggap halal. Sehingga kesan superior dan inferior menjadi sangat menonjol dalam perkara ini, dimana Polri dan Kejaksaan mewakili pihak Superior dan KPK sebagi pihak inferior dalam hukum.

Amat menyedihkan bahwa upaya mematikan KPK dengan mengkriminalkan kedua pimpinannya tidak hanya berasal dari para koruptor, tetapi juga berasal dari aparat penegak hukum. Aparat hukum yang seharusnya saling bekerja sama dalam memberantas korupsi justru sebaliknya, saling bersaing secara tidak sehat dan cenderung melemahkan gerakan antikorupsi yang sedang digalakkan. Tidaklah dapat dimungkiri bahwa kriminalisasi tersebut tidak terlepas dari dugaan keterlibatan pejabat tinggi Polri dalam kasus Bank Century yang sedang ditangani KPK.

Ada beberapa catatan tertulis perihal kasus yang sedang menimpa ketiga institusi tersebut.[5] Pertama, Mahkamah Konstitusi perlu diberi apresiasi karena telah berhasil mengungkap kebobrokan dalam penegakan hukum di Indonesia dengan perintah untuk memperdengarkan rekaman tersebut dalam sidang Mahkamah Konstitusi. Kedua, mendengarkan rekaman pembicaraan yang banyak dilansir oleh media sudah tepat karena hal ini berkaitan dengan kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam proses pembuktian terkait uji materiil Pasal 32 Undang- Undang KPK yang dimohonkan oleh Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah.

Ketiga, dalam konteks hukum pidana, korupsi adalah kejahatan luar biasa. Hal ini ditegaskan baik dalam Undang-Undang Pemberantasan Korupsi maupun dalam United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) yang telah diratifikasi oleh Indonesia. Oleh karena itu, penanganan kejahatan luar biasa perlu dilakukan dengan cara-cara yang luar biasa pula. Instrumen hukum yang kita miliki sudah cukup memadai, termasuk di dalamnya adalah keabsahan penyadapan dan perekaman pembicaraan. Artinya, hasil penyadapan dan perekaman tersebut dapat dijadikan bukti awal untuk membongkar suatu kasus korupsi.

Dengan demikian rekaman yang diperdengarkan dalam sidang Mahkamah Konstitusi dapat dijadikan bukti awal untuk mengusut rekayasa di balik kriminalisasi kedua pimpinan KPK tersebut. Keempat, langkah selanjutnya semua orang yang namanya disebut dalam rekaman harus diperiksa. Namun yang menjadi persoalan, siapakah yang melakukan pemeriksaan itu? Saat ini kita telah memiliki tim independen yang dibentuk Presiden untuk mencari fakta dan membuat kasus tersebut jelas.

Pembentukan tim semacam ini sudah tepat karena tidak mungkin kita mengharapkan Polri atau kejaksaan atau KPK akan menyelesaikan kasus tersebut. Sebab, bagaimanapun semangat untuk melindungi korps masih tetap ada pada institusi-institusi terkait. Akan tetapi, persoalan lainnya apakah tim independen ini dapat memanggil secara paksa semua orang yang diindikasikan terlibat dalam kasus ini?. Dalam proses peradilan pidana, kewenangan yang melekat pada institusi penegak hukum haruslah berdasarkan undang-undang.

Oleh karena itu, tim independen yang dibentuk Presiden harus diberi kekuasaan yang besar dalam hal melakukan investigasi terhadap semua pihak. Artinya, perlu baju hukum yang tepat untuk mengatur kewenangan tersebut, yakni dengan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu). Adanya aksi demo yang cukup masif dalam beberapa hari terakhir ini yang menuntut pengusutan kasus ini secara tuntas dapat ditafsirkan sebagai kegentingan yang memaksa. Demikian pula situasi penegakan hukum yang sangat memprihatinkan cukup menjadi alasan untuk mengeluarkan Perpu.

Kelima, gelar perkara terhadap kasus yang disangkakan kepada Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah harus segera dilakukan. Demikian yang dapat disimpulkan dari pertemuan antara Presiden dengan keempat tokoh masyarakat pada hari Ahad malam. Jika dalam gelar perkara tersebut ternyata tidak cukup bukti, Polri harus segera mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terhadap kasus tersebut. Selanjutnya dugaan rekayasa atas kasus itu harus diusut tuntas.

Keenam, dalam mengusut tuntas dugaan kriminalisasi terhadap kedua pimpinan KPK nonaktif, semua orang yang terbukti terlibat tidak hanya dipecat dari jabatan, tetapi harus diproses secara hukum. Tindakan orang-orang yang mengkriminalkan kedua pimpinan KPK dapat diklasifikasikan sebagai obstruction of justice atau tindakan menghalang-halangi proses penegakan hukum.

Secara eksplisit ketentuan ini termuat dalam Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan, "Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan sidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa atau para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000 (enam ratus juta rupiah)."

Demikian pula ketentuan mengenai obstruction of justice yang dituangkan dalam UNCAC dan telah diratifikasi Pemerintah Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006. Dalam UNCAC secara eksplisit disebutkan bahwa obstruction of justice atau perbuatan menghalang-halangi proses pengadilan adalah tindakan dengan sengaja menggunakan kekuatan fisik, ancaman atau intimidasi atau janji yang menawarkan atau memberikan suatu keuntungan yang tidak wajar untuk mendorong diberikannya kesaksian palsu atau untuk turut campur dalam pemberian kesaksian atau dalam pengajuan bukti-bukti dalam suatu persidangan berkenaan dengan kejahatan-kejahatan yang ditetapkan dalam konvensi ini. Demikian pula tindakan penggunaan kekuatan fisik, ancaman atau intimidasi untuk turut campur tangan dalam pelaksanaan tugas-tugas resmi seorang hakim atau seorang pejabat penegak hukum dalam hubungannya dengan kejahatan-kejahatan yang ditetapkan dalam konvensi ini.

C.      Pandangan Hukum Islam terhadap kasus Cicak Vs Buaya dan solusinya

Sebelum melangkah ke substansi masalah, sebaiknya kita melihat dulu bagaimana pandangan tentang hukum dan peradilan dalam Islam? Agaknya menarik untuk mencermati pemikiran Abu al-Hasan Ali ibnu Muhammad bin Habib al-Bashri al-Baghdadi, atau lebih dikenal dengan al-Mawardi. Dalam Adab al-Dunya wa al-Din beliau menyatakan, tidak ada satupun yang akan merusak dunia lebih kuat daripada ketidakadilan. Lebih jauh beliau mengatakan, ketidakadilan menimbulkan fasad (korupsi) dalam masyarakat dan kharab (kehancuran) peradaban masyarakat, disebabkan karena tidak terwujudnya maqashid asy-syariah.[6]

Menurut al-Mawardi, ada enam hal yang menjadi sumber bagi terciptanya ketertiban sosial dan politik, tepatnya ketertiban dunia (salah al-dunya), yaitu: Pertama, adanya sebuah agama yang mapan, yang dapat mengatur nafsu manusia dengan benar. Kedua, adanya seorang penguasa (sultan) yang kuat. Ketiga, adanya keadilan untuk menjamin terjaganya hubungan cinta dan ketundukan yang saling menguntungkan antara rakyat dan penguasa (sehingga tercipta) kemakmuran negara. Keempat, adanya hukum dan tata tertib, yang menghasilkan rasa aman universal. Kelima, adanya kemakmuran ekonomi secara umum yang berakar pada berlimpahnya sumberdaya dan banyaknya pendapatan. Keenam, adanya harapan orang banyak akan terpeliharanya berbagai berbagai aktivitas produksi serta peradaban dan kemajuan yang berkesinambungan.[7]

Kalau diperhatikan, pandangan al-Mawardi di atas sangat relevan untuk bangsa Indonesia saat ini. Pertama, walaupun mayoritas penduduk Indonesia sudah beragama Islam, namun pemahaman kita tentang Islam masih terbatas pada aspek ritual dan belum mampu mengatur nafsu manusia Indonesia dengan benar. Orang makin terbiasa menggunakan segala cara untuk memperoleh uang, ditunjukkan oleh korupsi yang merajalela di semua lapisan masyarakat, terutama kalangan yang berkuasa. Juga karena tidak mampu mengatur nafsu, budaya hidup konsumtif yang merajalela.

Syarat kedua yang diperlukan untuk menciptakan ketertiban sosial dan politik adalah adanya seorang penguasa yang kuat. Pada periode 2004-2008 pemerintah bisa mengambil berbagai keputusan yang pelik berkat adanya JK yang mendampingi SBY. Sekarang apakah peran JK bisa dimainkan oleh Boediono? Kalau SBY ragu-ragu sementara Boediono manggut-manggut, akan celakalah republik ini.

Perlunya seorang pemimpin yang kuat terkait dengan syarat ketiga, yaitu adanya keadilan, untuk menjamin terjaganya hubungan cinta dan ketundukan yang saling menguntungkan antara rakyat dan penguasa (sehingga tercipta) kemakmuran negara. Masalah ini yang kurang dirasakan oleh rakyat.

Persoalan keempat yang paling berat dihadapi bangsa Indonesia saat ini ialah tidak adanya apa yang disebut al-Mawardi sebagai hukum dan tata tertib, yang menghasilkan rasa aman universal.

Dilihat dari aspek kelima, yaitu kemakmuran ekonomi secara umum yang berakar pada berlimpahnya sumber daya dan banyaknya pendapatan, Indonesia dan terutama sekali masyarakat Riau cukup pantas bersyukur, sebab bumi kita dikaruniai berbagai mineral dan barang tambang yang sangat berharga di samping luasnya tanah yang sangat subur. Persoalan menjadi semakin rumit karena sulitnya memenuhi apa yang disebut al-Mawardi adanya harapan orang banyak akan terpeliharanya berbagai berbagai aktivitas produksi serta peradaban dan kemajuan yang berkesinambungan. Karena maraknya korupsi, prosedur birokrasi yang berbelit-belit, morat maritnya hukum dan tidak terjaganya keamanan dan ketertiban, semuanya mengakibatkan ekspektasi investor baik dari dalam maupun luar negeri hancur.

Sebagai bahan perbandingan, setelah menyimak pemutaran rekaman telepon hasil penyadapan KPK yang ditonton oleh masyarakat luas itu kemudian menjadi pendorong kuat bagi mereka untuk menggugat seluruh instrumen penegak hukum dan sistem peradilan yang ada. Gugatan tersebut kemudian mereka lampiaskan baik di dunia nyata (mulai demonstrasi hingga unjuk seni parodi) maupun di dunia maya/internet (mulai dari ekspresi kekecewaan hingga kecaman). masyarakat seperti terbuka matanya dan mulai menyadari betapa suap-menyuap dan korupsi telah berurat akar dan menjadi lazim di negeri ini, khususnya di dunia peradilan.

Sebagai sebuah sistem hidup yang paripurna, yang berasal dari sang Pencipta yang Mahaseperuna, Allah ‘Azza wa Jalla, Islam memiliki sejumlah cara yang sangat gamblang untuk menanggulangi berbagai masalah manusia, khususnya dalam upaya mencegah terjadinya kasus korupsi, suap-menyuap dan maraknya mafia peradilan. Di antaranya adalah sebagai berikut:

1.      Sistem Penggajian yang Layak.

Sebagai manusia biasa, para pejabat atau birokrat tentu memerlukan uang untuk mencukupi kebutuhan diri dan keluarganya. Untuk itu, agar bisa bekerja dengan tenang dan tak tergoda untuk berbuat curang, mereka harus diberi gaji dan fasilitas yang layak. Rasul saw. bersabda:

«مَنْ وَلِيَ لَنَا عَمَلاً، فَلَمْ يَكُنْ لَهُ زَوْجَةٌ فَلْيَتَزَوَّجْ، أَوْ خَادِمًا فَلْيَتَّخِذْ خَادِمًا، أَوْ مَسْكَنًا فَلْيَتَّخِذْ مَسْكَنًا، أَوْ دَابَّةً فَلْيَتَّخِذْ دَابَّةً، فَمَنْ أَصَابَ شَيْئًا سِوَى ذَلِكَ فَهُوَ غَالٌّ، أَوْ سَارِقٌ»

Artinya:

Siapa yang bekerja untukku dalam keadaan tidak beristri, hendaklah menikah; atau tidak memiliki pelayan, hendaklah mengambil pelayan; atau tidak mempunyai rumah, hendaklah mengambil rumah; atau tidak mempunyai tunggangan (kendaraan), hendaknya mengambil kendaraan. Siapa saja yang mengambil selain itu, dia curang atau pencuri! (HR Abu Dawud).

2. Larangan suap dan menerima hadiah.

Tentang suap, Rasulullah saw. bersabda:

“Laknat Allah atas penyuap dan penerima suap”  (HR Abu Dawud).

Tentang larangan menerima hadiah, Rasul saw. juga bersabda:

« مَا بَالُ الْعَامِلِ نَبْعَثُهُ فَيَأْتِي يَقُولُ هَذَا لَكَ وَهَذَا أُهْدِيَ لِي فَهَلاَّ جَلَسَ فِي بَيْتِ أَبِيهِ وَأُمِّهِ فَيَنْظُرُ أَيُهْدَى لَهُ أَمْ لاَ »

Artinya:

Tidak                pantas seorang petugas yang kami utus datang dan berkata, “Ini untuk Anda, sementara ini adalah hadiah yang diberikan untuk saya.” Mengapa ia tidak duduk-duduk saja di rumah bapak dan ibunya, lalu memperhatikan, apakah ia akan mendapatkan hadiah atau tidak?! (HR al-Bukhari, Muslim, Ahmad dan Abu Dawud).

3. Penghitungan kekayaan pejabat.

Agar tidak berbuat curang, Khalifah Umar ra. selalu menghitung kekayaan para pejabatnya di awal dan di akhir jabatannya. Jika terdapat kenaikan tidak wajar, Khalifah Umar ra. akan memaksa mereka untuk menyerahkan kelebihan itu kepada Negara.[8]

4. Teladan dari Pemimpin.

Dengan keteladan pemimpin, tindakan atas penyimpangan akan terdeteksi secara dini. Penyidikan dan penindakan juga tidak sulit dilakukan. Khalifah Umar ra., misalnya, pernah menyita sendiri seekor unta gemuk milik putranya, Abdullah bin Umar ra. Pasalnya, unta tersebut kedapatan ada bersama beberapa unta lain yang digembalakan di padang rumput milik negara. Khalifah Umar ra. menilai hal tersebut sebagai penyalahgunaan fasilitas negara.

5. Hukuman Setimpal.

Pada galibnya orang akan takut menerima risiko yang akan mencelakakan dirinya. Hukuman dalam Islam memang berfungsi sebagai zawâjir (pencegah). Dengan hukuman setimpal atas koruptor, misalnya, pejabat akan berpikir seribu kali untuk melakukan korupsi. Dalam hukum Islam, korupsi merupakan kejahatan yang pelakunya wajib dikenai hukuman ta’zîr. Bentuknya bisa berupa hukuman tasyhîr (dipermalukan di depan umum), hukuman kurungan, dll; tentu disertai dengan penyitaan hasil korupsi oleh negara. Khalifah Umar bin Abdul Aziz, misalnya, pernah menetapkan sanksi hukuman cambuk dan penahanan dalam waktu lama terhadap koruptor.[9] Adapun Khalifah Umar bin al-Khattab ra. Pernah menyita seluruh harta pejabatnya yang dicurigai sebagai hasil korupsi.

6. Pengawasan masyarakat.

Masyarakat jelas turut berperan dalam menyuburkan atau menghilangkan korupsi. Jika di dalam masyarakat tumbuh budaya anti korupsi, insya Allah masyarakat akan berperan efektif dalam mengawasi setiap tindakan para birokrat sehingga korupsi bisa dicegah.

7. Pengendalian diri dengan iman yang teguh.

Korupsi atau tidak, pada akhirnya memang berpulang pada kekuatan iman dan kontrol diri para birokrat itu sendiri. Dengan iman yang teguh, ia akan merasa selalu diawasi Allah SWT dan selalu takut untuk melakukan penyelewengan yang akan membawanya pada azab neraka.

Semua langkah dan cara di atas memang hanya mungkin diterapkan dalam sistem Islam, mustahil bisa dilaksanakan dalam sistem sekular yang bobrok ini. Karena itu, perjuangan untuk menegakkan sistem Islam dalam wujud tegaknya syariah Islam secara total dalam negara (yakni Khilafah Islam) tidak boleh berhenti. Selain karena ia merupakan kewajiban dari Allah SWT atas umat Islam, juga karena hanya syariah Islamlah yang diterapkan dalam institusi Khilafah yang menjadi sumber kemaslahatan dan rahmat bagi kaum Muslim, bahkan bagi umat manusia seluruhnya. Allah SWT berfirman:

D.    وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

Terjemahnya:

Tiadalah Kami mengutus engkau (Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam (QS al-Anbiya’ ]21]: 107).

Tak dibenarkan mengambil keputusan dengan dugaan. Islam mengajarkan agar menghindari dugaan, perkiraan, persangkaan. “Hai orang-orang yaang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya seagian prasangka aitu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain” (QS 49:12). Di kalangan Hukum terdapat terminologi “praduga atak bersalah”, setiap orang harus diduga tak bersalah selama belum ada keputusan pengadilan yang bersifat tetap yang menyatakannya bersalah.

Drama tentang terkoyaknya sistem hukum dan peradilan kita sudah digelar. Untuk memperbaiki sistem hukum tersebut selain diperlukan strong leadership, juga peran serta ma-syarakat. Dengan demikian, kalau tidak ingin kehancuran menimpa bangsa ini, marilah kita berharap semoga para pimpinan kita, terutama sekali presiden, tergerak hatinya untuk berani mengambil keputusan. Begitu juga kepada semua anggota masyarakat, apakah itu LSM, para mahasiswa, bahkan masyarakat awam sekalipun, sesuai porsi masing-masing ikut berperan agar keadilan ditegakkan menyeluruh dan tidak pandang bulu. Sebagaimana diyakini oleh al-Mawardi, keadilan yang menyeluruh akan menanamkan saling mencintai dan kasih sayang, ketaatan hukum, pembangunan bangsa, keamanan dan ketauladanan.

Keadilan dalam Islam

Keadilan merupakan perkataan yang diagungkan dan diidamkan oleh setiap orang di manapun mereka berada. Keadilan sering dikaitkan dengan salah satu bidang pranata kehidupan yaitu hukum. Hukum dan keadilan adalah dua hal yang berjalan beriringan dan tidak dapat dipisahkan.

Hukum dibuat dan ditetapkan adalah agar orang yang berada dibawah naungan hukum tersebut menikmati dan merasakan keadilan. Individu diperbolehkan mengembangkan hak pribadinya dengan syarat tidak mengganggu kepentingan masyarakat. Ini mengakhiri perselisihan dan memenuhi tuntutan keadilan. Karena itu, berlaku adil berarti hidup menurut prinsip Islam. Keadilan merupakan tujuan yang paling esensial dari hukum. Problematik bila hukum ternyata tidak mampu mewujudkan nilai keadilan dalam kehidupan bermasyarakat. Keadilan adalah tolok ukur baik buruknya suatu hukum.

Dalam hukum Islam ada beberapa prinsip universal yang harus senantiasa diperhatikan. Pertama, Tauhid. Kedua, Keadilan. Ketiga,Amar ma’ruf nahi munkar. Keempat, al-Hurriyah (kemerdekaan). Kelima, al-Musawwa (persamaan). Keenam, al-Ta’awun (tolong menolong) dan ketujuh, al-Tasamuh (Toleransi). Jadi, keadilan merupakan salah satu prinsip dalam hukum Islam.

Kata adil bisa diartikan dengan melakukan atau menetapkan sesuatu secara seimbang dan lurus (sesuai aturan), atau sesuatu yang sesuai dengan hati nurani atau jiwa yang merupakan kebenaran bukan dosa (kesalahan). Dari pengertian ini bisa dipahami bahwa keadilan itu mengisyaratkan adanya keseimbangan, kesamaan dan kebenaran. Hukum Islam ataupun syari’ah adalah merupakan sistem Ilahi yang dirancang untuk menuntun umat manusia menuju kepada jalan kedamaian dan kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat kelak. Rahmat Tuhan berupa kedamaian dan kebahagiaan tersebut adalah merupakan inti syari’ah.Inti syari’ah ini tidak akan terwujud apabila prinsip keadilan dalam hidup ini tidak dilaksanakan.

Syari’ah dalam melihat keadilan ini menggambarkannya sebagai suatu perintah yang lebih tinggi karena tidak hanya memberikan hak dari setiap orang tapi juga sebagai rahmat, dan berlaku adil dianggap sebagai langkah menuju ketakwaan. Dalam Alquran dikatakan: “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”[10]

Dari ayat ini tergambar bahwa dalam menetapkan hukum tidak boleh berat sebelah ataupun melakukan kecurangan dalam memutuskan suatu perkara karena adanya intervensi pihak tertentu. Semua manusia adalah sama dihadapan hukum.

 III.        PENUTUP

Kesimpulan:

Hukum adalah ibarat dua sisi mata uang. Disatu sisi, dia bisa benar menurut hukum, namun disisi yang lain, dia juga akan sangat bermanfaat bagi kepentingan umum. Lantas, bagaimana kalau kedua sisi ini ditemukan dalam suatu penanganan perkara, yang mana yang harus dijalankan?. Bila ternyata dalam suatu kasus, ternyata ditemukan kedua unsur ini, maka yang lebih diprioritaskan adalah hukum yang lebih bermanfaat bagi banyak orang. Itu artinya bahwa sekalipun tindakan kepolisian sudah benar menurut hukum, namun bila ternyata KPK justru sangat dibutuhkan dan sangat bermanfaat dan berkontribusi bagi banyak orang, maka KPK harus diselamatkan. Oleh karena itu, maka dapat disimpulkan bahwa manfaat dari suatu tindakan yang dilakukan jauh lebih penting dibanding dengan kebenaran yang terkandung di dalamnya. Dalam kajian hukum Islam dikenal kaidah turunan yang menyatakan bahwa menghindari kerusakan lebih utama daripada melaksanakan kemaslahatan. Wallahu ‘alam bishawab.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Abu al-Hasan Ali ibnu Muhammad bin Habib al-Bashri al-Baghdadi, Adab al-Dunya wa al-Din.

John M Echols dan Hassan Shadily, Kamus Bahasa Inggris Indonesia (Cet. XXV; Jakarta: PT Gramedia, 2003), h. 569. 

Ibn Abi Syaibah, Mushannaf Ibn Abi Syaibah. h. 528, lihat juga, Mushannaf Abd ar-Razaq, h. 209.

Thabaqât Ibn Sa’ad, Târîkh al-Khulafâ’ as-Suyuthi.

Http://www.Blog/polisikusayangpolisiku malang/kronologis cicak-buaya.com. Di akses tanggal 20 November 2009. 

Http://www.Blog/analisishukum.com. Di akses tanggal 20 November 2009. 

Http://www.Hizbuttahrir/opini.com. Di akses tanggal 20 November 2009. 

Http://www.kompas/news.com. Di akses tanggal 20 November 2009.

  


[1]Http://www.kompas/news.com. Di akses tanggal 20 November 2009. 

[2] John M Echols dan Hassan Shadily, Kamus Bahasa Inggris Indonesia  (Cet. XXV; Jakarta: PT Gramedia, 2003), h. 569. 

[3]Ibid., h. 320. 

[5]Http://www.Blog/analisishukum.com. Diakses tanggal 20 November 2009.

[6] Abu al-Hasan Ali ibnu Muhammad bin Habib al-Bashri al-Baghdadi, Adab al-Dunya wa al-Din. 

[7] Ibid.,

[8] Lihat Thabaqât Ibn Sa’ad, Târîkh al-Khulafâ’ as-Suyuthi.

[9] Ibn Abi Syaibah, Mushannaf Ibn Abi Syaibah, V/528; Mushannaf Abd ar-Razaq, X/209.

[10]Surat al- Maidah: 8

2 Response to SUPERIOR DAN INFERIOR ANTARA PENEGAK HUKUM DI INDONESIA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI KASUS CICAK DAN BUAYA: KPK DAN POLRI)

28 Agustus 2019 pukul 04.48

Nama: Syifa Agus
Email: syifaagus1@gmail.com



Suami saya dan saya harus mencari bantuan untuk membuka bisnis tetapi tidak dapat menemukan kreditor kredibel dengan suku bunga rendah di sini di negara saya sehingga kami memutuskan untuk mencoba Pinjaman online tetapi kami takut karena kami telah ditipu sebelumnya oleh beberapa kreditor online palsu tetapi Tuhan membimbing kita ke Kelompok Keuangan Kredit. Kami melihat posting dari mereka secara online jadi saya melamar dan mereka mengatakan kepada saya apa yang harus dilakukan, setelah menyelesaikan setiap tugas seperti yang mereka katakan, dua hari kemudian saya mendapat pinjaman mereka dan suami saya sangat senang bahkan ketika dia pertama kali menentang gagasan itu, sekarang kami memiliki bisnis kami sendiri, Credit Financial Group sangat luar biasa untuk melakukan bisnis dengan, memberi Anda saran keuangan, platform pembayaran pinjaman mereka sangat sederhana dan saya sangat senang saya menemukan mereka, Anda dapat menghubungi mereka melalui email [creditfinancialgroup01@gmail.com] dan jika Anda memiliki sesuatu atau pertanyaan, kirimkan saya email melalui [syifaagus1@gmail.com]


Kontak
Credit Financial Group
creditfinancialgroup01@gmail.com

19 September 2020 pukul 01.48

Keajaiban tidak akan pernah berakhir, saya berdoa untuk allah untuk memberkati Nyonya Esther Patrick, saya kehilangan Ewita warga negara Indonesia, saya tinggal di JL.kutisari selatan geng ekonomi No. 13-G, Indonesia. Ibu saya mengatakan kepada saya bahwa dia akan melalui internet dan datang ke publikasi Nyonya Esther Patrick, mengatakan bahwa fasilitas kredit telah memberinya pinjaman kepada masyarakat umum dengan suku bunga sangat rendah 2% persen, Anda dapat menghubungi Nyonya Esther Patrick melalui emailnya: [estherpatrick83@gmail.com].

Jadi, saya memberi tahu teman saya tentang pandangan meminjam dari Nyonya Esther Patrick, dan dia mengatakan dia tidak akan memberi tahu saya bahwa saya tidak meminjam dari Nyonya Esther Patrick, tetapi saya perlu meminjamkan sejumlah kecil untuk memeriksa apakah perusahaannya adalah perusahaan.

Jadi, saya bertindak atas sarannya dan menghubungi Nyonya Esther Patrick melalui emailnya: [estherpatrick83@gmail.com] yang diposkan oleh ibu saya, dan saya mengajukan pinjaman sebesar Rp200.000.000. Nyonya Esther Patrick menanggapi saya dan mengirimi saya semua syarat dan ketentuan perusahaannya yang saya baca dan saya menyetujui persyaratannya.Setelah persetujuan permohonan pinjaman, saya menerima pemberitahuan dari bank saya bahwa jumlah Rp200.000.000 dikreditkan ke rekening bank saya dari perusahaan Nyonya Esther Patrick.

Saya sangat senang dan berbagi kabar baik dengan ibu saya dan teman saya yang menyarankan saya untuk terus maju.Ia menyelesaikan pembayaran kembali pinjaman tersebut pada 07 Juli 2018, dan saya meminta sejumlah Rp550.000.000 yang juga saya terima di rekening bank saya setelah prosedur itu dilakukan.

Jadi, saya ingin mengambil kesempatan ini untuk memberi tahu siapa saja yang mencari pemberi pinjaman pribadi di Internet yang pasti akan menghubungi Nyonya Esther Patrick melalui e-mail {ESTHERPATRICK83@GMAIL.COM}Anda dapat menghubungi saya jika Anda memerlukan bantuan atau Anda ingin bertanya tentang bagaimana saya mendapat pinjaman.Ini email saya: [ewitayuda1@gmail.com]Terima kasih, pengikut saya

Posting Komentar